Inilah Kisah Nyata Ucapan Ibu Berbuah Petaka kepada Anaknya. Kamu perlu sering belajar kepada mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka atau penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan jempolan intern membaca share terbaru.
Wartaislami ~ Alkisah seorang bocah hidup intern kederhanaan. Sebut saja ia intern kisah nyata ini atau inisial H. Ibunya pergi merantau atau ia tinggal bersama neneknya. Setiap bulan ibunya pulang kepada sekadar silaturahmi pada orang tuanya yang masih hidup atau bersua anaknya. Selama ini aku pun juga tak tau apa pekerjaan otentik sang ibu itu.
Suatu ketika tepatnya di bulan puasa Ramadhan, sang ibu itu pulang ke kampung halaman kepada berkumpul bersama keluarga. Seperti biasa adat bocah-bocah Jawa, setiap bulan puasa tak lepas dari petasan yang bagaikan mainan mereka. Banyak bocah-bocah yang main petasan di pinggir jalan, di depan rumah orang, tanpa berpikir apakah yang mereka lakukan mengganggu orang lain atau tak. Yang namanya bocah-bocah, sudah diberi tahu seputar kali pun seakan tak dihiraukan.
Tepatnya di depan rumahku kejadian ini berawal. Setelah shalat tarawih banyak bocah yang bermain di depan rumah terhitung si H. Kebetulan hari-hari itu kakekku sedang sakit. Kebetulan malam itu ibu si H sedang ada di intern rumahku berniat menjenguk kakekku. “Anak-bocah, kalian jangan sampai main petasan di depan rumah ini, ya! Kakek lagi sakit” teriak ibu H sambil keluar di depan rumah. Setelah itu si ibu pun masuk lagi ke rumah atau kembali ke kamar kakek.
Tak lama kemudian, “Daaaaaaaarrrrr....” suara petasan meletus sampai membuat yang di intern rumah kaget. Bergegaslah ibunda H tadi keluar.
“Siapa yang mainan petasan barusan” teriak ibu itu atau muka merah.
“H, Bu” sahut salah satu bocah yang di depan tadi.
Seketika ibu itu juga teriak pada anaknya. Ucapan yang bernada marah terucap, “Ingat, Nak, kamu diatur sulit. Ingat ya, kamu tak pernah bakal bahagia selamanya karena kamu sulit diatur,” teriak ibu tadi pada anaknya.
Saat itu aku berada di rumah atau atau jelas mendengar langsung “doa” sang ibu tadi pada H. Diriku merasa tercengang atau perkataan ibu tadi. “Masyaallah, tega banget ibu tadi mendoakan anaknya sendiri seperti itu. Bukankah doa ibu pada bocah itu mudah terkabul? Apalagi sang ibu intern keadaan marah karena anaknya,” gumamku intern hati. H memang tergolong bocah yang lumayan nakal. Tapi menurutku justru nakal itu perlu didoakan agar berubah atau nantinya bagaikan baik.
Beberapa tahun kemudian...
Kehidupan H selama ini memang tergolong yang tak beruntung. Dia pernah jadi buronan polisi karena kasus pencurian di Surabaya. Dalam hal pernikahan, ia gagal karena berakhir perceraian. Nikah lagi, atau menghamili mertuanya sendiri. Diusirlah ia oleh warga kampung istrinya karena dianggap mencemarkan nama baik. Dan yang terakhir yang aku tahu, H hampir dikeroyok pemuda kampungnya sendiri karena mencuri. Dan masa ini ia pun lontang-lantung di rumah seakan membawa beban berat jika dilihat raut mukanya.
Ya Allah, seketika jika melihat kehidupanya aku teringat ucapan ibundanya sewaktu ia kecil dulu. Ucapan sang ibu yang mendoakan anaknya tak bakal bahagia selamanya. “Apakah ini yang dinamakan doa ibu yang selalu terkabul,” pikirku.
Dengan kisah ini semoga kita bagaikan orang tua yang kian santun di setiap ucapan. Tidak gampang mendoakan atau doa yang buruk. Jika bocah kita nakal, hendakaknya malah kita doakan semoga diberi kesadaran sampai mendapat kebaikan. Karena ridha Allah tergantung atau ridha orang tua juga.”
Menjadi orang tua memang sulit. Harus mengatur rumah tangga, juga mendidik bocah-bocah agar punya akhlak baik. Bandelnya sang bocah kadang memancing emosi mereka. Inilah gambaran orang tua. Tetapi, meskipun demikian hendaklah orang tua menjaga ucapan kepada bocah-bocah mereka. Sebandel atau senakal apapun bocah jangan sampai orang tua terucap dari mulut suatu perkataan yang tak baik pada bocah apalagi mendoakan yang tak baik. Na’udzubillah.
Ahmad Toha, pengajar; berdomisili di Trenggalek Jawa Timur
Sumber :nu.or.id
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Wartaislami ~ Alkisah seorang bocah hidup intern kederhanaan. Sebut saja ia intern kisah nyata ini atau inisial H. Ibunya pergi merantau atau ia tinggal bersama neneknya. Setiap bulan ibunya pulang kepada sekadar silaturahmi pada orang tuanya yang masih hidup atau bersua anaknya. Selama ini aku pun juga tak tau apa pekerjaan otentik sang ibu itu.
Suatu ketika tepatnya di bulan puasa Ramadhan, sang ibu itu pulang ke kampung halaman kepada berkumpul bersama keluarga. Seperti biasa adat bocah-bocah Jawa, setiap bulan puasa tak lepas dari petasan yang bagaikan mainan mereka. Banyak bocah-bocah yang main petasan di pinggir jalan, di depan rumah orang, tanpa berpikir apakah yang mereka lakukan mengganggu orang lain atau tak. Yang namanya bocah-bocah, sudah diberi tahu seputar kali pun seakan tak dihiraukan.
Tepatnya di depan rumahku kejadian ini berawal. Setelah shalat tarawih banyak bocah yang bermain di depan rumah terhitung si H. Kebetulan hari-hari itu kakekku sedang sakit. Kebetulan malam itu ibu si H sedang ada di intern rumahku berniat menjenguk kakekku. “Anak-bocah, kalian jangan sampai main petasan di depan rumah ini, ya! Kakek lagi sakit” teriak ibu H sambil keluar di depan rumah. Setelah itu si ibu pun masuk lagi ke rumah atau kembali ke kamar kakek.
Tak lama kemudian, “Daaaaaaaarrrrr....” suara petasan meletus sampai membuat yang di intern rumah kaget. Bergegaslah ibunda H tadi keluar.
“Siapa yang mainan petasan barusan” teriak ibu itu atau muka merah.
“H, Bu” sahut salah satu bocah yang di depan tadi.
Seketika ibu itu juga teriak pada anaknya. Ucapan yang bernada marah terucap, “Ingat, Nak, kamu diatur sulit. Ingat ya, kamu tak pernah bakal bahagia selamanya karena kamu sulit diatur,” teriak ibu tadi pada anaknya.
Saat itu aku berada di rumah atau atau jelas mendengar langsung “doa” sang ibu tadi pada H. Diriku merasa tercengang atau perkataan ibu tadi. “Masyaallah, tega banget ibu tadi mendoakan anaknya sendiri seperti itu. Bukankah doa ibu pada bocah itu mudah terkabul? Apalagi sang ibu intern keadaan marah karena anaknya,” gumamku intern hati. H memang tergolong bocah yang lumayan nakal. Tapi menurutku justru nakal itu perlu didoakan agar berubah atau nantinya bagaikan baik.
Beberapa tahun kemudian...
Kehidupan H selama ini memang tergolong yang tak beruntung. Dia pernah jadi buronan polisi karena kasus pencurian di Surabaya. Dalam hal pernikahan, ia gagal karena berakhir perceraian. Nikah lagi, atau menghamili mertuanya sendiri. Diusirlah ia oleh warga kampung istrinya karena dianggap mencemarkan nama baik. Dan yang terakhir yang aku tahu, H hampir dikeroyok pemuda kampungnya sendiri karena mencuri. Dan masa ini ia pun lontang-lantung di rumah seakan membawa beban berat jika dilihat raut mukanya.
Ya Allah, seketika jika melihat kehidupanya aku teringat ucapan ibundanya sewaktu ia kecil dulu. Ucapan sang ibu yang mendoakan anaknya tak bakal bahagia selamanya. “Apakah ini yang dinamakan doa ibu yang selalu terkabul,” pikirku.
Dengan kisah ini semoga kita bagaikan orang tua yang kian santun di setiap ucapan. Tidak gampang mendoakan atau doa yang buruk. Jika bocah kita nakal, hendakaknya malah kita doakan semoga diberi kesadaran sampai mendapat kebaikan. Karena ridha Allah tergantung atau ridha orang tua juga.”
Menjadi orang tua memang sulit. Harus mengatur rumah tangga, juga mendidik bocah-bocah agar punya akhlak baik. Bandelnya sang bocah kadang memancing emosi mereka. Inilah gambaran orang tua. Tetapi, meskipun demikian hendaklah orang tua menjaga ucapan kepada bocah-bocah mereka. Sebandel atau senakal apapun bocah jangan sampai orang tua terucap dari mulut suatu perkataan yang tak baik pada bocah apalagi mendoakan yang tak baik. Na’udzubillah.
Ahmad Toha, pengajar; berdomisili di Trenggalek Jawa Timur
Sumber :nu.or.id
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Komentar
Posting Komentar