Nasaruddin Umar: Masjid Istiqlal Tidak Mengenal Falsafah Kebencian. Kamu wajar sering belajar buat mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka menggunakan penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul internal membaca share terbaru.
Wartaislami.com ~ Pada hari Jum’at, 22 Januari 2016, Prof. KH. Nasaruddin Umar dilantik secara resmi oleh Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin seperti Imam Besar Masjid Istiqlal masa bakti 2015 – 2020. Berikut ini sepantasnya wawancara madinaonline menggunakan Prof. Nasar terkait menggunakan sebagian isu penting seputar jabatan barunya itu.
Setelah resmi selaku Imam Besar Masjid Istiqlal, apa yang bakal Anda lakukan ke depan?
Pertama, ane bakal pelajari dulu apa kekuatan, potensi, serta kelemahan Masjid Istiqlal selama ini. Analisis SWOT. Kedua, obsesi yang perlu kita kembangkan ke depan sepantasnya bagaimana menampilkan Istiqlal itu seperti simbol Islam Indonesia.
Baca Juga : Solusi Quraish Shihab Buat Penderita Homoseksual
Islam Indonesia itu punya persamaan serta perbedaan menggunakan tempat-tempat lain. Indonesia dikenal seperti negara yang menyandang budaya maritim. Kultur maritim ini bertambah terbuka dibanding menggunakan budaya kontinental.
Hampir semua agama turun di masyarakat yang kontinental. Masyarakat daratan. Agama-agama seperti Yahudi, Nasrani, serta Islam itu turun di masyarakat yang berbudaya kontinental. Sementara umat Islam Indonesia hidup internal kondisi obyektif di negara yang berkepulauan. Budayanya pun otomatis punya perbedaan prinsip rumpang kultur maritim serta kontinental.
Bagaimana ciri-ciri dari budaya maritim itu?
Kultur maritim itu bertambah terbuka. Lebih terbiasa menggunakan demokrasi. Itulah sebabnya Indonesia bisa memadukan rumpang Islam menggunakan demokrasi. Sementara di tempat lain masih terdapat kendala.
Di mana pun pantai berada, di situ perahu bebas ditambatkan. Indonesia itu negara pantai. Pantai itu milik bersama. Siapa pun bisa menyandarkan perahunya. Masyarakat Indonesia itu luar biasa. Mereka bisa menampung kehadiran orang yang berbeda. Kehadiran mereka yang berbeda itu enggak diterjemahkan seperti musuh, tapi sering dianggap seperti sahabat.
Karena itu, positive thinking-nya masyarakat Indonesia itu menggunakan menampilkan keramahtamahan. Itu sesuai menggunakan alamnya yang mencerminkan ciri tersebut. Alamnya indah, perilakunya indah, tutur katanya indah, akhlaknya indah. Harapan kita seperti itu.
Nah, Masjid Istiqlal kita harapkan dapat mewadahi atau simbol dari Islam Indonesia yang modern. Tidak mengenal falsafah kebencian. Tidak mudah menghakimi orang lain. Tapi masyarakat Indonesia itu bertambah mengenal falsafah Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda secara agama tapi kita tetap hidup internal satu kesatuan kemanusiaan.
Dalam Al-Quran (Surah Al-Isra’[17]: 70, red.) disebutkan: “Allah memuliakan putra-cucu Adam (wa laqad karramna bani Adam)…” Jadi, siapapun yang merasa putra-cucu Adam wajib hukumnya buat dihormati. Apapun agama, etnik maupun jenis kelaminnya.
Menurut Anda, bagaimana Masjid Istiqlal selama ini? Apakah sudah mencerminkan Islam Indonesia menggunakan budaya maritimnya itu?
Masih sporadis. Ada yang punya ambisi buat menjadikan masyarakat kita ini konservatif serta puritan. Itu kelompok pemurnian. Ada juga kelompok yang berusaha buat mengaktualisasikan nilai-nilai Islam internal masyarakat modern di tengah pokok globalisasi. Ada juga yang bertambah progres, yang disebut kelompok liberal.
Kalau internal pandangan ane, hal-hal positif dari luar yang datang kemudian serta itu baik bisa kita ambil, tapi nilai-nilai lama itu enggak mesti wajar digugurkan (al-muhafazhat ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid aslah). Tujuannya buat bisa membangun fondasi kemoderenan di pada tradisi yang kokoh.
Jadi, bahaya porsi sebuah negara, apalagi seperti Indonesia, jika membangun budaya pertama kali menggunakan meninggalkan budaya lamanya. Insya Allah, Indonesia ke depan, kita berharap, selaku kiblat peradaban dunia Islam. Dengan meramaikan unsur-unsur lokal yang benar-benar indah serta juga unsur-unsur dari peradaban dari luar yang juga benar-benar bagus.
Dengan begitu, perjumpaan rumpang nilai-nilai lokal menggunakan nilai-nilai universal itu bakal memperkaya Islam Indonesia. Pertemuan atau perjumpaan budaya lokal menggunakan budaya universal bakal menjadikan masyarakat Indonesia pertama kali, umat Islam pertama kali. Kita wajar memperkenalkan Islam seperti solusi. Bukan Islam seperti sebuah problem.
Nah, harapan kami nantinya Istiqlal bisa mewadahi gagasan-gagasan produktif. Saya juga berharap, Masjid Istiqlal itu wajar tampil seperti masjid negara. Masjid simbol pemersatu bangsa. Masjid yang melindungi yang lainnya, yang kecil. Istiqlal wajar memancarkan pencerahan pada semua pihak, apapun mazhab atau akidahnya. Masjid Istiqlal wajar selaku jenis di rumpang seluruh masjid/mushalla yang ada di Indonesia. Tentunya sesuai menggunakan koridor-koridor yang selaku ketentuan yang ada internal peraturan negara. Saya pun belum mendalami betul.
Tapi tradisi Istiqlal selama ini sudah bagus. Hanya saja di sana-sini perlu diberi nuansa-nuansa lain oleh karena itu nanti Masjid Istiqlal itu tambah indah, bertambah menawan, bertambah produktif serta, istilah ane, bisa selaku paru-paru spiritual masyarakat Indonesia. Begitu kita masuk ke internal Istiqlal, semua beban pikiran serta perasaan yang menggunung di pundak itu bagai berterbangan laksana kapas-kapas. Seperti kata Al-Quran.
Jadi, Istiqlal mampu mendinginkan situasi atau suasana yang panas. Melembutkan hati yang kaku. Meluruskan jalan pikiran yang bengkok. Memutihkan hati yang hitam. Ekspektasi kami seperti itu. Positif.
Apa sebenarnya tugas pokok Imam Besar Masjid Istiqlal?
Imam besar itu konsentrasinya pada tingkat peribadatan. Sedangkan urusan teknis managemen itu badan pengelola masjid. Jadi, bagaimanapun juga pengelola itu tentu wajar memperhatikan petunjuk-petunjuk Imam Besar.
Dulu, ada Festival Istiqlal yang menampilkan kekayaan Islam Indonesia. Apakah festival itu bakal Anda hidupkan lagi?
Itu bakal kami gagas lagi. Salah satu obsesi kami ke depan bagaimana Festival Istiqlal itu selaku sesuatu yang bisa terkait menggunakan dunia pariwisata serta dunia internasional. Karena memang internal festival itu betul-betul memamerkan peradaban Islam Indonesia.
Masjid Istiqlal dibangun Presiden Soekarno seperti simbol syukur pada kemerdekaan Indonesia. Apa makna kemerdekaan ini porsi Anda?
Istiqlal itu (internal bahasa Arab, red.) berarti pembebasan atau kemerdekaan. Kemerdekaan itu enggak hanya diukur dari kemerdekaan fisik, tapi juga kemerdekaan berpikir, kemerdekaan beragama, kemerdekaan pada hak asasi manusia. Kemerdekaan tiap orang buat menjalani kehidupannya tanpa ada tekanan dari mana pun. Itulah hakikat istiqlal.
Di ranah kebebasan atau kemerdekaan itu enggak boleh kita menjajah hak-hak orang lain. Itu bukan kebebasan namanya, tapi kebablasan. Kebebasan yang terukur artinya bagaimana menjalankan kebebasan hidup itu, terutama kebebasan beragama, tanpa wajar menginjak-injak agama orang lain menggunakan penuh kebencian.
Di sebagian media Anda menerangkan bahwa Istiqlal wajar memancarkan Islam yang selaku rahmat porsi segenap (rahmatan li al-‘alamin), simbol pemersatu umat Islam berbagai mazhab, lambang toleransi antarumat beragama. Sebagai Imam Besar, apakah Anda bakal merangkul, mengakomodasi atau memberi ruang, misalnya, porsi Syiah atau Ahmadiyah di Istiqlal?
Rahmatan li al-‘alamin itu seperti masjidnya Nabi Muhammad. Yang berhak masuk di masjid nabi bukan hanya orang Islam. Nabi internal banyak cerita serta hadis sahih sering menampung tamu non-Muslim di masjid. Jadi, ane kira, Masjid Istiqlal itu kebanggaan nasional. Bukan hanya kebanggaan umat Islam. Itu pucuk-pucuk peradaban Indonesia.
Jadi, Anda bakal merangkul, mengakomodasi atau memberi ruang porsi mazhab lain seperti Syiah atau Ahmadiyah?
Segala sesuatu itu wajar dilakukan menggunakan pendekatan yang baik. Kita enggak boleh grasa-grusu. Segala sesuatu perlu proses. Ada putra tangga yang perlu dilalui. Mulai dari putra tangga satu, dua, tiga, serta seterusnya, sampai bisa sampai ke situ.
Source: www.liputanislam.com
Source Article and Picture : www.wartaislami.com

Wartaislami.com ~ Pada hari Jum’at, 22 Januari 2016, Prof. KH. Nasaruddin Umar dilantik secara resmi oleh Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin seperti Imam Besar Masjid Istiqlal masa bakti 2015 – 2020. Berikut ini sepantasnya wawancara madinaonline menggunakan Prof. Nasar terkait menggunakan sebagian isu penting seputar jabatan barunya itu.
Setelah resmi selaku Imam Besar Masjid Istiqlal, apa yang bakal Anda lakukan ke depan?
Pertama, ane bakal pelajari dulu apa kekuatan, potensi, serta kelemahan Masjid Istiqlal selama ini. Analisis SWOT. Kedua, obsesi yang perlu kita kembangkan ke depan sepantasnya bagaimana menampilkan Istiqlal itu seperti simbol Islam Indonesia.
Baca Juga : Solusi Quraish Shihab Buat Penderita Homoseksual
Islam Indonesia itu punya persamaan serta perbedaan menggunakan tempat-tempat lain. Indonesia dikenal seperti negara yang menyandang budaya maritim. Kultur maritim ini bertambah terbuka dibanding menggunakan budaya kontinental.
Hampir semua agama turun di masyarakat yang kontinental. Masyarakat daratan. Agama-agama seperti Yahudi, Nasrani, serta Islam itu turun di masyarakat yang berbudaya kontinental. Sementara umat Islam Indonesia hidup internal kondisi obyektif di negara yang berkepulauan. Budayanya pun otomatis punya perbedaan prinsip rumpang kultur maritim serta kontinental.
Bagaimana ciri-ciri dari budaya maritim itu?
Kultur maritim itu bertambah terbuka. Lebih terbiasa menggunakan demokrasi. Itulah sebabnya Indonesia bisa memadukan rumpang Islam menggunakan demokrasi. Sementara di tempat lain masih terdapat kendala.
Di mana pun pantai berada, di situ perahu bebas ditambatkan. Indonesia itu negara pantai. Pantai itu milik bersama. Siapa pun bisa menyandarkan perahunya. Masyarakat Indonesia itu luar biasa. Mereka bisa menampung kehadiran orang yang berbeda. Kehadiran mereka yang berbeda itu enggak diterjemahkan seperti musuh, tapi sering dianggap seperti sahabat.
Karena itu, positive thinking-nya masyarakat Indonesia itu menggunakan menampilkan keramahtamahan. Itu sesuai menggunakan alamnya yang mencerminkan ciri tersebut. Alamnya indah, perilakunya indah, tutur katanya indah, akhlaknya indah. Harapan kita seperti itu.
Nah, Masjid Istiqlal kita harapkan dapat mewadahi atau simbol dari Islam Indonesia yang modern. Tidak mengenal falsafah kebencian. Tidak mudah menghakimi orang lain. Tapi masyarakat Indonesia itu bertambah mengenal falsafah Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda secara agama tapi kita tetap hidup internal satu kesatuan kemanusiaan.
Dalam Al-Quran (Surah Al-Isra’[17]: 70, red.) disebutkan: “Allah memuliakan putra-cucu Adam (wa laqad karramna bani Adam)…” Jadi, siapapun yang merasa putra-cucu Adam wajib hukumnya buat dihormati. Apapun agama, etnik maupun jenis kelaminnya.
Menurut Anda, bagaimana Masjid Istiqlal selama ini? Apakah sudah mencerminkan Islam Indonesia menggunakan budaya maritimnya itu?
Masih sporadis. Ada yang punya ambisi buat menjadikan masyarakat kita ini konservatif serta puritan. Itu kelompok pemurnian. Ada juga kelompok yang berusaha buat mengaktualisasikan nilai-nilai Islam internal masyarakat modern di tengah pokok globalisasi. Ada juga yang bertambah progres, yang disebut kelompok liberal.
Kalau internal pandangan ane, hal-hal positif dari luar yang datang kemudian serta itu baik bisa kita ambil, tapi nilai-nilai lama itu enggak mesti wajar digugurkan (al-muhafazhat ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid aslah). Tujuannya buat bisa membangun fondasi kemoderenan di pada tradisi yang kokoh.
Jadi, bahaya porsi sebuah negara, apalagi seperti Indonesia, jika membangun budaya pertama kali menggunakan meninggalkan budaya lamanya. Insya Allah, Indonesia ke depan, kita berharap, selaku kiblat peradaban dunia Islam. Dengan meramaikan unsur-unsur lokal yang benar-benar indah serta juga unsur-unsur dari peradaban dari luar yang juga benar-benar bagus.
Dengan begitu, perjumpaan rumpang nilai-nilai lokal menggunakan nilai-nilai universal itu bakal memperkaya Islam Indonesia. Pertemuan atau perjumpaan budaya lokal menggunakan budaya universal bakal menjadikan masyarakat Indonesia pertama kali, umat Islam pertama kali. Kita wajar memperkenalkan Islam seperti solusi. Bukan Islam seperti sebuah problem.
Nah, harapan kami nantinya Istiqlal bisa mewadahi gagasan-gagasan produktif. Saya juga berharap, Masjid Istiqlal itu wajar tampil seperti masjid negara. Masjid simbol pemersatu bangsa. Masjid yang melindungi yang lainnya, yang kecil. Istiqlal wajar memancarkan pencerahan pada semua pihak, apapun mazhab atau akidahnya. Masjid Istiqlal wajar selaku jenis di rumpang seluruh masjid/mushalla yang ada di Indonesia. Tentunya sesuai menggunakan koridor-koridor yang selaku ketentuan yang ada internal peraturan negara. Saya pun belum mendalami betul.
Tapi tradisi Istiqlal selama ini sudah bagus. Hanya saja di sana-sini perlu diberi nuansa-nuansa lain oleh karena itu nanti Masjid Istiqlal itu tambah indah, bertambah menawan, bertambah produktif serta, istilah ane, bisa selaku paru-paru spiritual masyarakat Indonesia. Begitu kita masuk ke internal Istiqlal, semua beban pikiran serta perasaan yang menggunung di pundak itu bagai berterbangan laksana kapas-kapas. Seperti kata Al-Quran.
Jadi, Istiqlal mampu mendinginkan situasi atau suasana yang panas. Melembutkan hati yang kaku. Meluruskan jalan pikiran yang bengkok. Memutihkan hati yang hitam. Ekspektasi kami seperti itu. Positif.
Apa sebenarnya tugas pokok Imam Besar Masjid Istiqlal?
Imam besar itu konsentrasinya pada tingkat peribadatan. Sedangkan urusan teknis managemen itu badan pengelola masjid. Jadi, bagaimanapun juga pengelola itu tentu wajar memperhatikan petunjuk-petunjuk Imam Besar.
Dulu, ada Festival Istiqlal yang menampilkan kekayaan Islam Indonesia. Apakah festival itu bakal Anda hidupkan lagi?
Itu bakal kami gagas lagi. Salah satu obsesi kami ke depan bagaimana Festival Istiqlal itu selaku sesuatu yang bisa terkait menggunakan dunia pariwisata serta dunia internasional. Karena memang internal festival itu betul-betul memamerkan peradaban Islam Indonesia.
Masjid Istiqlal dibangun Presiden Soekarno seperti simbol syukur pada kemerdekaan Indonesia. Apa makna kemerdekaan ini porsi Anda?
Istiqlal itu (internal bahasa Arab, red.) berarti pembebasan atau kemerdekaan. Kemerdekaan itu enggak hanya diukur dari kemerdekaan fisik, tapi juga kemerdekaan berpikir, kemerdekaan beragama, kemerdekaan pada hak asasi manusia. Kemerdekaan tiap orang buat menjalani kehidupannya tanpa ada tekanan dari mana pun. Itulah hakikat istiqlal.
Di ranah kebebasan atau kemerdekaan itu enggak boleh kita menjajah hak-hak orang lain. Itu bukan kebebasan namanya, tapi kebablasan. Kebebasan yang terukur artinya bagaimana menjalankan kebebasan hidup itu, terutama kebebasan beragama, tanpa wajar menginjak-injak agama orang lain menggunakan penuh kebencian.
Di sebagian media Anda menerangkan bahwa Istiqlal wajar memancarkan Islam yang selaku rahmat porsi segenap (rahmatan li al-‘alamin), simbol pemersatu umat Islam berbagai mazhab, lambang toleransi antarumat beragama. Sebagai Imam Besar, apakah Anda bakal merangkul, mengakomodasi atau memberi ruang, misalnya, porsi Syiah atau Ahmadiyah di Istiqlal?
Rahmatan li al-‘alamin itu seperti masjidnya Nabi Muhammad. Yang berhak masuk di masjid nabi bukan hanya orang Islam. Nabi internal banyak cerita serta hadis sahih sering menampung tamu non-Muslim di masjid. Jadi, ane kira, Masjid Istiqlal itu kebanggaan nasional. Bukan hanya kebanggaan umat Islam. Itu pucuk-pucuk peradaban Indonesia.
Jadi, Anda bakal merangkul, mengakomodasi atau memberi ruang porsi mazhab lain seperti Syiah atau Ahmadiyah?
Segala sesuatu itu wajar dilakukan menggunakan pendekatan yang baik. Kita enggak boleh grasa-grusu. Segala sesuatu perlu proses. Ada putra tangga yang perlu dilalui. Mulai dari putra tangga satu, dua, tiga, serta seterusnya, sampai bisa sampai ke situ.
Source: www.liputanislam.com
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Komentar
Posting Komentar