Inilah Tiga Ulama yang Memprediksi Kemerdekaan Indonesia. Kamu pantas sering belajar kepada mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka oleh penjelasan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul internal membaca share terbaru.
Wartaislami.com ~ Ulama Indonesia, jauh sebelum 17 Agustus 1945 sudah memprediksikan negeri ini mau mengalami gangguan serta kesimpulannya mampu meraih kemerdekaan. Gangguan terhadap harkat serta martabat bangsa ini, tak lain kepada menguji semangat persatuan serta kesatuan. Tanpa adanya lawan yang merampas marwah bangsa Indonesia, maka persatuan luar biasa sulit diciptakan.
Namun oleh hadirnya penjajah, maka seluruh warga bangsa merasa menyimpan serta menghendaki kembali hak pribumi. Oleh para ulama, masyarakat yang beragama Islam diajak melakukan serangkaian mujahadah, istighatsah, tirakat serta doa bersama agar Indonesia selamat dari penjajahan serta bisa merdeka.
Dari kisah para ulama terdahulu, ada banyak cerita mengutip mengenai penjajahan serta kemerdekaan bangsa Indonesia. Salah satunya selayaknya tiga orang ulama yang sudah memberikan isyarat mengenai kondisi Indonesai jauh-jauh hari sebelum diserang Belanda, Jepang serta merdeka. Kisah ini dijelaskan oleh Zainul Milal Bizawie internal bukunya “Masterpice Islam Nusantara: Sanad serta Jejaring Ulama Santri 1830-1945”.
Pertama, KH Abdus Syakur Senori Tuban (wafat 1359 H/1940 M). Kyai Syakur dikenal bagai teman dekat KH Hasyim Asy’ari yang menyimpan ilmu kasyf. Dengan ilmu yang dimilikinya, Mbah Syakur membuat sya’ir mengenai kedatangan tentara Jepang serta kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 M/1365 H. Padahal lima tahun sebelum merdeka, Mbah Syakur sudah wafat. Syair karya Mbah Syakur selayaknya:
ارخ اليفا في غشسا * صفر فكل بالواحد
بقتالهم وسيوفهم * ولججهم وتعاند
وفي رجب ترى عجبا * وفي الشهر الذي بعده
وفي رمضان همهمة * وهدَّة بعده هدَّة
وفي شوَّال يشول القوم * ويسكن في ذوي القعدة
وفيها يخرج الهادي * امام الحق لا بعده
Tarikhkanlah bahwa Jepang mau menjinakkan Nusantara pada tahun غشسا ghisy-syisa
(Jika dihitung oleh hisabul jummmal selayaknya 1361 H/1942 M)
Ia bagai kolonial yang menyengsarakan bangsa Indonesia
Silih berganti, peperangan, adu senjata serta perihnya mengarungi samudera.
Ketika bulan Rajab (1365 H/Juni 1945) telah terjadi keajaiban, kemudian semakin lumpuh pada bulan Sya’ban (Juli 1945).
Kemudian pada bulan Ramadan (17 Agustus 1945) datanglah masa gembira ria (proklamasi) distribusi bangsa Indonesia.
Dan pada bulan Syawwal (September 1945), penderitaan Nusantara semakin membaik. Posisi Indonesia semakin tenang oleh kemerdekaannya pada bulan Dzul Qa’dah (Oktober 1945)
Di bulan inilah Allah menampilkan sosok pemimpin yang dapat mengayomi masyarakatnya (Soekarno), seorang pemimpin sejati yang tak ada duanya.
Kedua, Syaikh Ibrahim bin Husain Buengcala Kuta Baro Aceh. Pada tahun 1288 H/1871 M, Syaikh Ibrahim menyatakan: “Negeri di bawah angi (Nusantara) istimewanya mau lepas daripada tangan Holanda (Belanda), sesudah China bangsa lukid (indra penglihat sipit, maksudnya bangsa Jepang). Maka Insya Allah ta’ala pada tahun 1365 H (1945 M) lahir satu keajaan yang adil serta bijaksana dinamakan al-Jumhuriyah al-Indunisiyah yang sah”. Kalimat ini dinyatakan 71 tahun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Tentunya Syaikh Ibrahim memberikan isyarat kepada masyarakat Aceh agar menghormati proses perjuangan bangsa sampai meraih kemerdekaan oleh sempurna.
Dan ketiga, KH Chasbullah Sa’id Jombang (ayahanda KH Abdul Wahab Chasbullah). Setelah melakukan tirakat serta riyadlah yang cukup panjang, Mbah Chasbullah meninggalkan tulisan pendek yang ditutupi oleh kain satir di tower Masjid Pondok Induk (Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas Jombang).
Menjelang wafatnya, Mbah Chasbullan memberikan pesan pada salah seorang santrinya: “Lek misale aku mati, omongno nang Wahab kongkon buka tulisan nak tower tahun 1948; kalau misalnya aku sudah meninggal, katakan pada Wahab kepada membuka tulisan di tower tahun 1948”. Setelah menyampaikan pesan itu, sebagian bulan Mbah Chasbullah wafat.
Maka sesuai oleh pesan Abahnya, KH Abdul Wahab Chasbullah membuka isi pesan itu pada 1948. Proses membuka isi pesan itu diiringi oleh pembacaan shalawat burdah yang diikuti juga oleh segenap santrinya. Ternyata isi pesan Mbah Chasbullah luar biasa singkat, yakni tulisan: حر تم (hurrun tammun, artinya kemerdekaan yang sempurna). Dan ternyata tahun 1948, kemerdekaan Indonesia sudah diakui oleh dunia serta agresi militer Belanda juga sudah sukses dipukul mundur.
Usaha riyadlah serta tirakat internal mendukung kemerdekaan sejati itu selalu dilakukan oleh Mbah Chasbullah oleh menyuruh santrinya i’tikaf serta membaca amalan shalwat burdah selama sehari penuh. Sedangkan Mbah Chasbullah memilih berdoa serta riyadlah di rumahnya oleh khusyu’ penuh harapan.
Tiga sosok ulama yang menyimpan ilmu kasyaf ini patut kepada dijadikan ‘ibrah bahwa para Kyai luar biasa peduli internal proses perjuangan bangsa Indonesia. Karena ilmu yang dimiliki oleh Kyai makin banyak agama, maka proses keagamaan itu yang selaku dominan dilakukan. Semangat internal membaca tanda dunia serta isyarat dari Allah itulah yang selalu diasah. Sehingga wajar bila para Kyai sudah memberikan prediksi mengenai kondisi bangsa ini jauh hari sebelum kemerdekaan.
Sebagai bocah bangsa yang sudah memperoleh kemerdekaan, tentunya patut menaksir usaha para pendahulu yang telah berjuang kepada bangsa ini. Kemerdekaan serta kebahagiaan hidup internal suasana Indonesia semacam ini membuat hidup tenang serta bebas beraktivitas apapun. Maka sudah sewajarnya kemerdekaan ini diisi oleh hal positif dari memperkuat persatuan bangsa, memperluas wawasan nusantara, meluas ilmu pengetahuan serta menjaga tumpah darah oleh segenap cinta bangsa.*** via nu online
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Wartaislami.com ~ Ulama Indonesia, jauh sebelum 17 Agustus 1945 sudah memprediksikan negeri ini mau mengalami gangguan serta kesimpulannya mampu meraih kemerdekaan. Gangguan terhadap harkat serta martabat bangsa ini, tak lain kepada menguji semangat persatuan serta kesatuan. Tanpa adanya lawan yang merampas marwah bangsa Indonesia, maka persatuan luar biasa sulit diciptakan.
Namun oleh hadirnya penjajah, maka seluruh warga bangsa merasa menyimpan serta menghendaki kembali hak pribumi. Oleh para ulama, masyarakat yang beragama Islam diajak melakukan serangkaian mujahadah, istighatsah, tirakat serta doa bersama agar Indonesia selamat dari penjajahan serta bisa merdeka.
Dari kisah para ulama terdahulu, ada banyak cerita mengutip mengenai penjajahan serta kemerdekaan bangsa Indonesia. Salah satunya selayaknya tiga orang ulama yang sudah memberikan isyarat mengenai kondisi Indonesai jauh-jauh hari sebelum diserang Belanda, Jepang serta merdeka. Kisah ini dijelaskan oleh Zainul Milal Bizawie internal bukunya “Masterpice Islam Nusantara: Sanad serta Jejaring Ulama Santri 1830-1945”.
Pertama, KH Abdus Syakur Senori Tuban (wafat 1359 H/1940 M). Kyai Syakur dikenal bagai teman dekat KH Hasyim Asy’ari yang menyimpan ilmu kasyf. Dengan ilmu yang dimilikinya, Mbah Syakur membuat sya’ir mengenai kedatangan tentara Jepang serta kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 M/1365 H. Padahal lima tahun sebelum merdeka, Mbah Syakur sudah wafat. Syair karya Mbah Syakur selayaknya:
ارخ اليفا في غشسا * صفر فكل بالواحد
بقتالهم وسيوفهم * ولججهم وتعاند
وفي رجب ترى عجبا * وفي الشهر الذي بعده
وفي رمضان همهمة * وهدَّة بعده هدَّة
وفي شوَّال يشول القوم * ويسكن في ذوي القعدة
وفيها يخرج الهادي * امام الحق لا بعده
Tarikhkanlah bahwa Jepang mau menjinakkan Nusantara pada tahun غشسا ghisy-syisa
(Jika dihitung oleh hisabul jummmal selayaknya 1361 H/1942 M)
Ia bagai kolonial yang menyengsarakan bangsa Indonesia
Silih berganti, peperangan, adu senjata serta perihnya mengarungi samudera.
Ketika bulan Rajab (1365 H/Juni 1945) telah terjadi keajaiban, kemudian semakin lumpuh pada bulan Sya’ban (Juli 1945).
Kemudian pada bulan Ramadan (17 Agustus 1945) datanglah masa gembira ria (proklamasi) distribusi bangsa Indonesia.
Dan pada bulan Syawwal (September 1945), penderitaan Nusantara semakin membaik. Posisi Indonesia semakin tenang oleh kemerdekaannya pada bulan Dzul Qa’dah (Oktober 1945)
Di bulan inilah Allah menampilkan sosok pemimpin yang dapat mengayomi masyarakatnya (Soekarno), seorang pemimpin sejati yang tak ada duanya.
Kedua, Syaikh Ibrahim bin Husain Buengcala Kuta Baro Aceh. Pada tahun 1288 H/1871 M, Syaikh Ibrahim menyatakan: “Negeri di bawah angi (Nusantara) istimewanya mau lepas daripada tangan Holanda (Belanda), sesudah China bangsa lukid (indra penglihat sipit, maksudnya bangsa Jepang). Maka Insya Allah ta’ala pada tahun 1365 H (1945 M) lahir satu keajaan yang adil serta bijaksana dinamakan al-Jumhuriyah al-Indunisiyah yang sah”. Kalimat ini dinyatakan 71 tahun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Tentunya Syaikh Ibrahim memberikan isyarat kepada masyarakat Aceh agar menghormati proses perjuangan bangsa sampai meraih kemerdekaan oleh sempurna.
Dan ketiga, KH Chasbullah Sa’id Jombang (ayahanda KH Abdul Wahab Chasbullah). Setelah melakukan tirakat serta riyadlah yang cukup panjang, Mbah Chasbullah meninggalkan tulisan pendek yang ditutupi oleh kain satir di tower Masjid Pondok Induk (Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas Jombang).
Menjelang wafatnya, Mbah Chasbullan memberikan pesan pada salah seorang santrinya: “Lek misale aku mati, omongno nang Wahab kongkon buka tulisan nak tower tahun 1948; kalau misalnya aku sudah meninggal, katakan pada Wahab kepada membuka tulisan di tower tahun 1948”. Setelah menyampaikan pesan itu, sebagian bulan Mbah Chasbullah wafat.
Maka sesuai oleh pesan Abahnya, KH Abdul Wahab Chasbullah membuka isi pesan itu pada 1948. Proses membuka isi pesan itu diiringi oleh pembacaan shalawat burdah yang diikuti juga oleh segenap santrinya. Ternyata isi pesan Mbah Chasbullah luar biasa singkat, yakni tulisan: حر تم (hurrun tammun, artinya kemerdekaan yang sempurna). Dan ternyata tahun 1948, kemerdekaan Indonesia sudah diakui oleh dunia serta agresi militer Belanda juga sudah sukses dipukul mundur.
Usaha riyadlah serta tirakat internal mendukung kemerdekaan sejati itu selalu dilakukan oleh Mbah Chasbullah oleh menyuruh santrinya i’tikaf serta membaca amalan shalwat burdah selama sehari penuh. Sedangkan Mbah Chasbullah memilih berdoa serta riyadlah di rumahnya oleh khusyu’ penuh harapan.
Tiga sosok ulama yang menyimpan ilmu kasyaf ini patut kepada dijadikan ‘ibrah bahwa para Kyai luar biasa peduli internal proses perjuangan bangsa Indonesia. Karena ilmu yang dimiliki oleh Kyai makin banyak agama, maka proses keagamaan itu yang selaku dominan dilakukan. Semangat internal membaca tanda dunia serta isyarat dari Allah itulah yang selalu diasah. Sehingga wajar bila para Kyai sudah memberikan prediksi mengenai kondisi bangsa ini jauh hari sebelum kemerdekaan.
Sebagai bocah bangsa yang sudah memperoleh kemerdekaan, tentunya patut menaksir usaha para pendahulu yang telah berjuang kepada bangsa ini. Kemerdekaan serta kebahagiaan hidup internal suasana Indonesia semacam ini membuat hidup tenang serta bebas beraktivitas apapun. Maka sudah sewajarnya kemerdekaan ini diisi oleh hal positif dari memperkuat persatuan bangsa, memperluas wawasan nusantara, meluas ilmu pengetahuan serta menjaga tumpah darah oleh segenap cinta bangsa.*** via nu online
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
Komentar
Posting Komentar